Senin, 22 April 2019

Peraturan Desa Batulohe Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa

Peraturan Desa Batulohe Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa
Nomor 3 Tahun 2019

dapat dilihat di sini

Penunjukan Pemegang/Pemakai/Pengguna Barang Milik Desa di Unit Kerja Kantor Desa Batulohe

Surat Keputusan Kepala Desa Batulohe tentang Penunjukan Pemegang/Pemakai/Pengguna Barang Milik Desa di Unit Kerja Kantor Desa Batulohe

Nomor : Kpts.11/DBL/IV/2019

Petikan SK dapat di download di sini

Jumat, 12 April 2019

Deskripsi Kebudayaan Masyarakat Desa Batulohe


Perspektik budaya masyarakat di Desa Batulohe masih sangat kental dengan budaya Adat Kajang, walaupun budaya-budaya dari suku lain misalnya Bugis dan budaya dari suku lainnya juga ada. Hal ini dapat dimengerti karena hampir semua desa di Kabupaten Bulukumba masih kuat pengaruh hukum adat Amma Toa.
Dari latar belakang, kita bisa melihat aspek budaya dan sosial yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Di dalam hubungannya dengan agama yang dianut misalnya, Islam sebagai agama mayoritas yang dinut masyrakat, dalam menjalankannya sangat kental tradisi budaya adat Amma Toa.
Tradisi Budaya adat Amma Toa sendiri berkembang dengan banyak dipengaruhi ritual-ritual atau kepercayaan masyarakat sebelum agama Islam masuk. Hal ini menjelaskan mengapa kegiatan peringatan-peringatan keagamaan yang di masyarakat terutama islam, karena dipeluk masyarakat, dalam menjalankanya muncul kesan nuansa tradisinya. Atau kegiatan-kegiatan budaya yang bercarpur dengan nuansa agama Islam. Contoh yang kita biasa lihat adalah peringatan Maulid, Isra’mi’raj, kegiatan Assungka Bala, Appapole, Andingigi, Assalama, Anruppai Bulan, Appadekko, abbaca doang, addangang, akkalomba, attompolo dan banyak lagi.
Secara idividual di dalam keluarga masyarakat Desa Batulohe, tradisi budaya adat Amma Toa lama dipadu dengan agama islam, juga tetap dipegang. Tradisi ini dilkukan selain sebagai kepecayaan yang masih diyakini sekaligus digunakan sebagai bagian cara untuk bersosialisi dan berinteraksi di masyarakat. Misalnya; tradisi Angnguru, dilaksanakan pada usia kehamialan memasuki usia 5 bulan, Aqiqah pada bayi yang baru lahir (Attomppolo).
Tetapi yang perlu diwaspadai adalah muncul dan berkembangnya pemahaman keyakinan terhadap agama ataupun kepercayaan tidak berakar dari pemahaman terhadap tradisi dan budaya masyarakat yang sudah ada. Hal ini mengakibatkan munculnya kerenggangan sosial di masyarakat dan gesekan antara masyarakat.

SEJARAH DESA BATULOHE


Sejarah Desa
Pada tahun 1940-1970 Batulohe terdiri atas 3 kampung, yaitu Kampung Cappagattaya, Kampung Pa’lappasang dan Kampung Limbunga. Ketiga kampung ini terpisah oleh sungai dan bukit. Pada kisaran tahun 1975 ketiga kampung ini berada dalam wilayah satu dusun yang bernama Dusun Tampalisu yang berada dalam wilayah administrasi desa Bontominasa. Dusun Tampalisu sendiri merupakan dusun yang sangat luas dan membentang dari wilayah batas balangiri ke timur berbatasan dengan kecamatan Kajang. Dusun Tampalisu yang dikepalai oleh seorang kepala dusun yang bernama Muhammad Yusuf.
Pada tahun 1987 Dusun Tampalisu dimerkarkan menjadi 2 dusun, yaitu Dusun Tampalisu dan Dusun Bontoa. Dusun Bontoa meliputi ketiga kampung besar yaitu Cappagattaya, Limbunga dan Pa’lappassangnga dan dikepalai oleh sorang tokoh yang bernama Puang Lahae. Sekitar 7 tahun  kemudian yaitu pada tahun 1994 Dusun Bontoa dimekarkan menjadi sebuah desa persiapan dan terpisah dari Desa Bontominasa, dan saat itulah pada saat pembuatan nama desa maka para tokoh masyarakat sepakat mengambil nama Batulohe sebagai nama desa, sementara nama Bontoa tetap menjadi nama dusun. Dan yang menjadi Kepala Desa Persiapan pada saat itu adalah Dra. Marliah, Puteri Pertama dari Puang Lahae dan dipilih secara mufakat oleh tokoh-tokoh masyarakat pada saat itu antara lain, H. Mansyur Embas, Abd. Hamid A, Puang Attong, Muh. Yusuf, Puang Lahae dan tokoh-tokoh masyakat lainnya.
Nama Batulohe disepakati sebagai nama desa dalam sebuah musyawarah para tokoh di rumah Puang Lahae dengan pertimbangan bahwa Batulohe adalah nama tempat di desa itu yang memiliki sejarah dalam kehidupan masyarakat. Batulohe sendiri merupakan nama tempat yang terletak di Dusun Batukarambu yang saat itu masih bernama tuboga. Di tempat itu ada sebuah Pohon Beringin yang sudah sangat tua dan tumbuh lebat dan dibawahnya banyak batu-batu besar dan kecil, dan terdapat 1 buah batu besar yang mengakar ke dalam tanah. Dan disebabkan karena banyaknya batu itulah orang-orang menyebutnya Batulohe, yang diartikan secara harfiah adalah batu yang banyak.
Pada tahun 1996, pada saat pemerintah desa persiapan Batulohe sudah cukup matang untuk menjalankan pemerintahan sendiri, maka pemilihan Kepala Desa pertama dilakukan yang selanjutnya Desa Persiapan Batulohe berubah status dari desa persiapan menjadi Desa Batulohe. Pada pemilihan tersebut diikuti oleh 2 orang calon kepala desa yaitu Dra. Marliah Lahae bersama dengan Ir. Lukmanul Hakim, dengan pemlihan langsung oleh masyarakat Desa Batulohe. Pada pemilihan itu yang mendapatkan suara terbanyak adalah Dra. Marliah Lahae.
Gambaran sejarah perkembangan Batulohe setelah terbentuk menjadi Desa dapat dilihat pada tabel 2.1:
Tabel 2.1 Sejarah Desa dan Kepala Desa Batulohe dari Masa ke Masa
TAHUN
PERISTIWA
1994-1996
Dusun Bontoa dimekarkan dari Desa Bontominasa menjadi Desa Pers. Batulohe dan yang menjadi Kepala Desa Pers. Adalah Dra. Marliah yang terdiri dari Tiga (4) Dusun yaitu Dusun Batukarambu, Dusun Bontoa Dusun Bontomihu dan Dusun Bontorannu
1996-2004
Desa Batulohe sudah menjadi Desa Defenitif dan masih dipimpin oleh Dra. Marliah setelah menang dalam Pemilihan langsung dari rivalnya Ir. Lukmanul Hakim
2004-2009
Kembali Desa Batulohe dipimpin oleh Dra. Marliah setelah menang dalam pemilihan Kepala Desa secara langsung pada tahun 2004 dari rivalnya Ibnu Hajar
2019-2015
Desa Batulohe dipimpin oleh Ibnu Hajar setelah menang dalam Pemilihan Secara langsung pada tahun 2010 dari rivalnya Saparuddin dan Ruslan
2016-2018
Desa Batulohe kembali dipimpin oleh Ibnu Hajar setelah kembali menang dalam pemilihan langsung pada tahun 2016 dari rivalnya Sukardi dan Ruslan. Pada tahun 2016 Desa Batulohe dimekarkan menjadi 5 (lima) Dusun dari sebelumnya yang hanya 4 (empat) Dusun.

Kamis, 11 April 2019

DRAFT PERDES TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA BATULOHE



PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA
KECAMATAN BULUKUMPA
DESA BATULOHE

DRAFT
PERATURAN DESA BATULOHE
NOMOR  ....... TAHUN ........
TENTANG
PENGELOLAAN ASET DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
KEPALA DESA BATULOHE

Menimbang       :    a.  bahwa aset milik desa merupakan kekayaan milik desa yang perlu dikelola semaksimal mungkin bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
                               b.  bahwa dalam rangka mewujudkan akuntabilitas pengelolaan   asset milik desa perlu dilakukan pengaturan mengenai pengelolaan aset desa;
                               c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan  Desa  tentang Pengelolaan Aset desa Batulohe Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.
Mengingat         :    1.  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor  7,  Tambahan  Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
                               2.  Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang  Peraturan  Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
                               3.  Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5694);
                               4.  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53)


Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
dan
KEPALA DESA BATULOHE

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :         PERATURAN DESA BATULOHE TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

BAB I
KETENTUAN  UMUM
Pasal  1
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan:
1.        Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.        Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.        Pemerintah Desa adalah Desa dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4.        Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
5.        Aset desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli milik Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) atau perolehan Hak lainnya yang sah.
6.        Pengelolaan Aset desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian aset desa.
7.        Perencanaan adalah tahapan kegiatan secara sistematis untuk merumuskan berbagai rincian kebutuhan barang milik desa.
8.        Pengadaan adalah kegiatan untuk melakukan pemenuhan kebutuhan barang dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa.
9.        Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam menggunakan aset desa yang sesuai dengan tugas dan fungsi.
10.    Pemanfaatan adalah pendayagunaan aset desa secara tidak langsung dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan desa dan tidak mengubah status kepemilikan.
11.    Sewa adalah pemanfaatan aset desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
12.    Pinjam pakai adalah pemanfaatan aset desa antara Pemerintah Desa dengan Pemerintah Desa lain serta Lembaga Kemasyarakatan Desa di Desa setempat dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan.
13.    Kerjasama pemanfaatan adalah pemanfaatan aset desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka meningkatkan pendapatan Desa.
14.    Bangun Guna Serah adalah Pemanfaatan Barang Milik Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
15.    Bangun Serah Guna adalah Pemanfaatan Barang Milik Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pemerintahan Desa untuk didayagunakan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
16.    Pengamanan adalah Proses, cara perbuatan mengamankan aset desa dalam bentuk fisik, hukum, dan administratif.
17.    Pemeliharaan adalah kegiatan yang dilakukan agar semua aset desa selalu dalam keadaan baik dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa.
18.    Penghapusan adalah kegiatan menghapus/meniadakan aset desa dari buku data inventaris desa dengan Keputusan Desa untuk membebaskan Pengelolaan Barang, Pengguna Barang, dan/atau kuasa pengguna barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam pengguasaannya.
19.    Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan aset desa.
20.    Tukar menukar adalah pemindahtanganan kepemilikan aset desa yang dilakukan antara pemerintah desa dengan pihak lain dengan penggantiannya dalam bentuk barang.
21.    Penjualan adalah pemindahtanganan aset desa kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
22.    Penyertaan Modal Pemerintah Desa adalah pemindahtanganan aset desa yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal Desa dalam BUMDesa.
23.    Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan aset desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
24.    Pelaporan adalah penyajian keterangan berupa informasi terkait dengan keadaan objektif aset desa.
25.    Penilaian adalah suatu proses kegiatan pengukuran yang didasarkan pada data/fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknis tertentu untuk memperoleh nilai aset desa.
26.    Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan aset desa.
27.    Kodefikasi adalah pemberian kode barang pada aset desa dalam rangka pengamanan dan kepastian status kepemilikan.
28.    Tanah Desa adalah tanah yang asal usulnya dari Gallarrang, Tanah Adat, dengan hak pangnganreang, pandingingian dan pemanfaataannya untuk Kas Desa, Tanah bengkok dan ataupun sejenisnya;
29.    Tanah Kas Desa adalah bagian dari Tanah Desa yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
30.              Tanah Bengkok adalah bagian dari Tanah Desa yang dipergunakan untuk tambahan penghasilan Desa dan Perangkat Desa;





Pasal 2
Jenis aset desa terdiri atas:
a.         Kekayaan asli desa yang diperoleh bukan dari hasil usaha desa yang meliputi tanah desa;
b.        Kekayaan milik desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa yang meliputi tanah kas desa yang diperoleh atas hasil usaha desa, bangunan milik desa, barang milik desa dan aset desa lainnya;
c.         Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis yang meliputi tanah kas desa, bangunan dan/atau barang milik desa serta asset desa lainnya;
d.        Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan/atau diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang yang meliputi bangunan dan/atau asset desa lainnya yang berdiri di atas tanah desa yang diperoleh sebagai akibat dari berakhirnya perjanjian sewa-menyewa tanah desa;
e.         Kekayaan desa yang diperoleh sebagai hasil kerja sama desa; dan
f.                   Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lain yang sah.

Pasal 3
Ruang lingkup pengelolaan aset desa yang diatur dalam Peraturan Desa ini meliputi :
a.                   Kekayaan milik desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa;
b.                  Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;
c.         Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan/atau diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang;
d.        Kekayaan desa yang diperoleh sebagai hasil kerja sama desa; dan
e.                   Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lain yang sah.


BAB II
PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Pengelola

Pasal 4
Pengelolaan aset desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

Pasal  5
(1)     Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset desa berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset desa.
(2)     Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai wewenang dan tanggungjawab:
a.    menetapkan kebijakan pengelolaan aset desa;
b.    menetapkan pembantu pengelola dan petugas/pengurus aset desa;
c.    menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan aset desa;
d.   menetapkan kebijakan pengamanan aset desa;
e.    mengajukan usul pengadaan, pemindahtanganan dan atau penghapusan aset desa yang bersifat strategis melalui musyawarah desa;
f.     menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan aset desa selain aset desa yang bersifat strategis sesuai batas kewenangan; dan
g.    menyetujui usul pemanfaatan aset desa selain tanah dan/atau bangunan.
(3)      Aset desa yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan f, berupa tanah kas desa yang bukan merupakan kekayaan asli desa, bangunan milik desa dan kendaraan bermotor.
(4)      Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Desa dapat menguasakan sebagian kekuasaannya kepada Perangkat Desa.
(5)      Perangkat Desa sebagaimana dimaksud ayat (4) terdiri dari:
a.             Sekretaris Desa selaku pembantu pengelola aset desa; dan
b.                  Unsur Perangkat  Desa sebagai petugas/pengurus aset desa.
(6)     Petugas/pengurus aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, berasal dari Kepala Seksi dan Kepala Urusan

Pasal 6
(1)          Sekretaris Desa selaku pembantu pengelola aset desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (5) huruf a, berwenang dan bertanggungjawab:
a.      meneliti rencana kebutuhan aset desa;
b.      meneliti rencana kebutuhan pemeliharan aset desa ;
c.      mengatur penggunaan dan pemanfaatan aset desa yang telah di setujui oleh Kepala Desa;
d.     melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi aset desa;dan
e.    melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan aset desa.
(2)          Petugas/pengurus aset desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (5) huruf b, bertugas dan bertanggungjawab:
a.      mengajukan rencana kebutuhan aset desa;
b.      mengajukan permohonan penetapan penggunaan aset desa kepada Desa;
c.      melakukan inventarisasi aset desa;
d.     mengamankan dan memelihara aset desa yang dikelolanya; dan
e.      menyusun dan menyampaikan laporan  aset desa.

Bagian Kedua
Pengelolaan
Pasal 7
(1)          Aset desa yang berupa tanah kas desa yang bukan merupakan Kekayaan Asli Desa disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
(2)          Aset desa berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
(3)          Aset desa dapat diasuransikan sesuai kemampuan keuangan desa dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)          Aset desa dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah desa.
(5)          Aset desa dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.

Pasal  8
Pengelolaan aset desa meliputi:
a.             perencanaan;
b.            pengadaan;
c.             penggunaan;
d.            pemanfaatan;
e.             pengamanan;
f.             pemeliharaan;
g.            penghapusan;
h.            pemindahtanganan;
i.              penatausahaan;
j.              pelaporan;
k.            penilaian;

Paragraf Kesatu
Perencanaan
Pasal 9
(1)          Perencanaan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) untuk kebutuhan 6 (enam) tahun.
(2)          Perencanaan kebutuhan aset desa untuk kebutuhan 1 (satu) tahun dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKPDesa) dan ditetapkan dalam APBDesa setelah memperhatikan ketersediaan aset desa yang ada.

Paragraf Kedua
Pengadaan
Pasal 10
(1)          Pengadaan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
(2)          Pengadaan barang/jasa di desa dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf Ketiga
Penggunaan
Pasal 11

(1)          Penggunaan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, ditetapkan dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(2)          Status penggunaan aset desa ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Desa.

Paragraf Keempat
Pemanfaatan
Pasal 12

(1)          Pemanfaatan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d, dapat dilaksanakan sepanjang tidak dipergunakan langsung untuk menunjang penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(2)          Bentuk pemanfaatan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a.              sewa,
b.             pinjam pakai;
c.              kerjasama pemanfaatan; dan
d.             bangun guna serah atau bangun serah guna.
(3)          Pemanfaatan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Desa.



Pasal 13

(1)          Pemanfaatan aset desa berupa sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a, tidak merubah status kepemilikan aset desa.
(2)          Jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang.
(3)          Sewa aset desa dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a.                   para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b.                        objek perjanjian sewa;
c.         jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa dan jangka waktu;
d.        tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu sewa;
e.         hak dan kewajiban para pihak;
f.          keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
g.                  persyaratan lain yang dianggap perlu.

Pasal 14

(1)               Pemanfaatan asset desa berupa sewa sebagaimana yang diatur dalam pasal 13 ayat (2) tidak berlaku atas bangunan dan/atau asset desa lainnya yang berdiri di atas tanah desa yang diperoleh sebagai akibat dari berakhirnya perjanjian sewa-menyewa tanah desa;
(2)               Jangka waktu sewa atas atas aset desa berupa bangunan dan/atau asset desa lainnya yang berdiri di atas tanah desa yang diperoleh sebagai akibat dari berakhirnya perjanjian sewa-menyewa tanah desa sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang;
(3)               Pemanfaatan aset desa berupa sewa atas bangunan dan/atau asset desa lainnya yang berdiri di atas tanah desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapat ijin tertulis dari Bupati


Pasal 15

(1)               Desa menetapkan besaran sewa melalui Keputusan Kepala Desa yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari surat perjanjian sewa-menyewa;
(2)               Besaran sewa aset desa sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan hasil perkalian dari Tarif Pokok Sewa dan Faktor Penyesuai Sewa

Pasal 16

(1)               Besaran tarif pokok sewa atas aset desa yang berupa tanah desa ditentukan dengan menggunakan formula penghitungan sebagai berikut 5% x LT x NT
Dimana:
LT                   : Luas Tanah
NT                   : Nilai Tanah
(2)               Luas Tanah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan luas tanah sesuai gambar dalam meter persegi
(3)               Nilai Tanah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan nilai wajar dari tanah yang jika tidak dinyatakan lain sama dengan Nilai Jual Obyek Pajak pada tahun berkenaan yang dinyatakan dalam satuan rupiah per meter persegi

Pasal 17
(1)               Besaran tarif pokok sewa atas aset desa yang berupa bangunan milik desa ditentukan dengan menggunakan formula penghitungan sebagai berikut :
(3.3% x LT x NT) + (6.64% x LB x HSB x NSB)
Dimana:
LT                   : Luas Tanah
NT                   : Nilai Tanah
LB                   : Luas Bangunan
HSB                : Harga Satuan Bangunan
NSB                : Nilai Sisa Bangunan
(2)               Luas Tanah sebagaimanana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan luas tanah sesuai gambar dalam meter persegi
(3)               Nilai Tanah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan nilai wajar dari tanah yang jika tidak dinyatakan lain sama dengan Nilai Jual Obyek Pajak tahun terakhir yang dinyakatan dalam satuan rupiah per meter persegi
(4)               Luas bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan luas lantai bangunan sesuai gambar dalam meter persegi.
(5)               Harga Satuan Bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan harga satuan bangunan standar sesuai klasifikasi/tipe dalam keadaan baru yang dihitung berdasarkan hasil penilaian;
(6)               Nilai Sisa Bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan Nilai Sisa Bangunan dalam persentase setelah diperhitungkan penyusutan
Pasal 18
(1)               Dalam hal penyusutan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17 ayat (6) tidak dinyatakan lain, besaran penyusutan ditetapkan sebagai berikut :
a.       untuk bangunan permanen sebesar 2% (dua persen) per tahun;
b.      untuk bangunan semi permanen sebesar 4% (empat persen) per tahun; dan
c.       untuk bangunan darurat sebesar 10% (sepuluh persen) per tahun.
(2)               Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen).
(3)               Dalam hal sisa bangunan menurut umur tidak sesuai dengan kondisi nyata, maka nilai sisa bangunan ditetapkan berdasarkan kondisi bangunan dengan perhitungan :
a.       untuk kondisi baik, baik siap pakai maupun perlu pemeliharaan awal, sebesar 85% (delapan puluh lima persen) sampai dengan 100% (seratus persen);
b.      untuk kondisi rusak ringan, yakni rusak pada sebagian bangunan yang bersifat non struktur sebesar 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan 85% (delapan puluh lima persen); dan
c.       untuk kondisi rusak berat :
i.             untuk rusak berat pada sebagian bangunan, baik yang bersifat struktur maupun non struktur, sebesar 55% (lima puluh lima persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh persen); dan
ii.              untuk rusak berat pada sebagian besar bangunan, baik yang bersifat struktur maupun non struktur, sebesar 35% (tiga puluh lima persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).

Pasal 19

Faktor penyesuai sewa sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) meliputi :
a.       jenis kegiatan usaha penyewa
b.      bentuk kelembagaan penyewa
c.       periodesitas penyewa
d.      pemenuhan tanggung jawab social penyewa


Pasal 20
Jenis kegiatan usaha penyewa sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf a dikelompokan atas :
a.   kegiatan bisnis yang diperuntukkan bagi kegiatan yang berorientasi semata-mata mencari keuntungan, antara lain, perdagangan, jasa dan industri;
b.   kegiatan non bisnis yang diperuntukkan bagi kegiatan yang menarik imbalan atas barang atau jasa yang diberikan namun tidak semata-mata mencari keuntungan, antara lain pelayanan kepentingan umum yang memungut biaya dalam jumlah tertentu atau terdapat potensi keuntungan, penyelenggaraan pendidikan serta kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria non bisnis; dan
c.   kegiatan social yang diperuntukkan bagi kegiatan yang tidak menarik imbalan atas barang/jasa yang diberikan dan/atau tidak berorientasi mencari keuntungan, antara lain pelayanan kepentingan umum yang tidak memungut biaya dan/atau tidak terdapat potensi keuntungan, kegiatan social, kegiatan keagamaan, kegiatan kemanusiaan, kegiatan penunjang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria sosial

Pasal 21
Bentuk kelembagaan penyewa sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf b dikelompokan sebagai berikut :
a.       Kategori I, meliputi :
i.     Swasta, kecuali yayasan dan koperasi;
ii.   Badan Usaha Milik Negara/Daerah; dan
iii.      Badan Hukum yang dimiliki oleh Negara
b.        Kategori II meliputi :
i.                    Yayasan;
ii.                  Koperasi; dan
iii.  Lembaga Pendidikan baik formal maupun non formal
c.         Kategori III meliputi :
i.                    Perorangan;
ii.                  Kelompok Masyarakat;
iii.             Lembaga Sosial, Kemanusiaan, Keagamaan; dan
iv.                Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan


Pasal 22
(1)               Besaran faktor penyesuai Sewa untuk kelompok jenis kegiatan usaha bisnis ditetapkan sebesar 100% (seratus persen).
(2)               Besaran faktor penyesuai Sewa untuk kelompok jenis kegiatan usaha non bisnis ditetapkan sebagai berikut :
a.       Kategori I sebesar 40% (lima puluh persen);
b.      Kategori II sebesar 30% (empat puluh persen); dan
c.       Kategori III sebesar 20% (tiga puluh persen).
(3)               Besaran faktor penyesuai Sewa untuk kelompok jenis kegiatan usaha sosial ditetapkan sebagai berikut :
a.       Kategori I sebesar 10 % (sepuluh persen);
b.      Kategori II sebesar 5 % (lima persen); dan
c.       Kategori III sebesar 2.5 % (dua setengah persen).

Pasal 23
Besaran faktor penyesuai Sewa untuk periodesitas Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c ditetapkan sebagai berikut :
a.       per tahun sebesar 100% (seratus persen);
b.      per bulan sebesar 130% (seratus tiga puluh persen);
c.       per hari sebesar 160% (seratus enam puluh persen);
d.      per jam sebesar 190% (seratus sembilan puluh persen).

Pasal 24
(1)               Pemenuhan kewajiban sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d hanya berlaku bagi penyewa yang mempunyai bentuk kelembagaan kategori I dan kategori II yang melakukan jenis kegiatan usaha bisnis maupun non bisnis;
(2)               Besaran penyesuaian sewa untuk pemenuhan kewajiban social penyewa ditetapkan sebanyak-banyaknya senilai dengan kontribusi sosial yang di berikan oleh penyewa melalui pemerintah desa;
(3)               Besaran penyesuaian sewa diberikan berdasarkan surat permohonan penyesuaian dari penyewa;

Pasal 25
(1)          Pemanfaatan aset desa berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b dilaksanakan antara Pemerintah Desa dengan Pemerintah Desa lainnya serta Lembaga Kemasyarakatan Desa.
(2)          Pinjam pakai aset desa sebagaimana ayat (1), dikecualikan untuk tanah, bangunan dan aset bergerak berupa kendaraan bermotor.
(3)          Jangka waktu pinjam pakai aset desa paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang.
(4)          Pinjam pakai aset desa dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang –kurangnya memuat :
a.      para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b.     jenis atau jumlah barang yang dipinjamkan;
c.      jangka waktu pinjam pakai;
d.     tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman;
e.      hak dan kewajiban para pihak;
f.      keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
g.     persyaratan lain yang dianggap perlu.

Pasal 26
(1)          Kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c, berupa bangunan dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka:
a.    mengoptimalkan  daya guna dan hasil guna aset desa;dan
b.    meningkatkan pendapatan desa.
(2)          Kerja Sama Pemanfaatan aset desa berupa bangunan dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:
a.    tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBDesa untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap bangunan tersebut;
b.                  Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menjaminkan atau menggadaikan aset desa yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan;
(3)          Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewajiban, antara lain:
a.    membayar kontribusi tetap setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan melalui rekening Kas Desa;
b.    membayar semua biaya persiapan dan pelaksanaan kerja sama pemanfaatan; dan
c.    Jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama 15 (lima belas) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.

(4)          Pelaksanaan kerjasama pemanfaatan atas tanah dan/atau bangunan ditetapkan dalam surat perjanjian yang memuat:
a.      para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b.    objek kerjasama pemanfaatan;
c.    jangka waktu;
d.   hak dan kewajiban para pihak;
e.    penyelesaian perselisihan;
f.     keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
g.    peninjauan pelaksanaan perjanjian.


Pasal 27
(1)          Bangun guna serah atau bangun serah guna sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) huruf d berupa tanah dengan pihak lain dilaksanakan dengan pertimbangan :
a.    Pemerintah Desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan desa;
b.    tidak tersedia dana dalam APBDesa untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.
(2)          Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama jangka waktu pengoperasian memiliki kewajiban, antara lain :
a.    membayar kontribusi ke rekening kas Desa setiap tahun; dan
b.    memelihara objek bangun guna serah atau bangun serah guna.
(3)          Kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten.
(4)          Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan tanah yang menjadi objek bangun guna serah atau bangun serah guna.
(5)          Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menanggung biaya yang berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penyusunan surat perjanjian, dan konsultan pelaksana.

Pasal 28
(1)                     Jangka waktu bangun guna serah atau bangun serah guna paling lama 20 tahun (dua puluh tahun) dan dapat diperpanjang.
(2)                    Perpanjangan waktu bangun guna serah atau bangun serah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh Tim yang dibentuk Desa dan difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3)               Dalam hal   jangka waktu bangun guna serah atau bangun serah guna
diperpanjang,  pemanfaatan  dilakukan  melalui  Kerjasama  Pemanfaatan sebagaimana diatur dalam Pasal 26.
(4)                    Bangun guna serah atau bangun serah guna dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat :
a.     Para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b.    objek bangun guna serah;
c.     jangka waktu bangun para pihak yang terikat dalam perjanjian;
d.    penyelesaiaan perselisihan;
e.     keadaan diluar kemampuan para pihak (force majeure); dan
f.     persyaratan lain yang dianggap perlu;
g.    Bangunan dan fasilitasnya yang menjadi bagian hasil dari pelaksanaan bangun guna serah atau bangun serah guna harus dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas nama Pemerintah Desa.


Pasal  29
(5)       Pemanfaatan melalui kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilaksanakan setelah mendapat ijin tertulis dari Bupati
(6) Pemanfaatan melalui bangun guna serah atau bangun serah guna atas aset desa yang merupakan Kekayaan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilaksanakan setelah mendapat ijin tertulis dari Gubernur.

Pasal 30
Hasil pemanfaatan sebagaimana Pasal 13, Pasal 25, pasal 26 dan Pasal 27 merupakan pendapatan desa dan wajib masuk ke rekening Kas Desa.


Paragraf Kelima
Pengamanan
Pasal 31
(1)          Pengamanan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e, wajib dilakukan oleh Desa dan Perangkat Desa.
(2)          Pengamanan aset desa sebagaimana ayat (1), meliputi :
a.    administrasi antara lain pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan;
b.    fisik untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang;
c.    pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan dilakukan dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas;
d.   selain tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan dengan cara penyimpanan dan pemeliharaan; dan
e.    pengamanan hukum antara lain dengan melengkapi bukti status kepemilikan.
(3)          Biaya Pengamanan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada APBDesa.



Paragraf Keenam
Pemeliharaan
Pasal 32
(1)          Pemeliharaan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f, wajib dilakukan oleh Desa dan Perangkat Desa.
(2)          Biaya pemeliharaan aset desa dibebankan pada APBDesa.


Paragraf Ketujuh
Penghapusan
Pasal 33
(1)          Penghapusan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g merupakan kegiatan menghapus/meniadakan aset desa dari buku data inventaris desa.
(2)          Penghapusan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal aset desa karena terjadinya, antara lain :
a.      beralih kepemilikan;
b.     pemusnahan; atau
c.      sebab lain.
(3)          Penghapusan aset desa yang beralih kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, antara lain :
a.      pemindahtanganan atas aset desa kepada pihak lain;
b.     putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
c.      Desa yang kehilangan hak sebagai akibat dari putusan pengadilan sebagaimana pada huruf b, wajib menghapus dari daftar inventaris aset milik desa.
(4)          Pemusnahan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dengan ketentuan :
a.      berupa aset yang sudah tidak dapat dimanfaatkan dan/atau tidak memiliki nilai ekonomis, antara lain meja, kursi, komputer;
b.                        dibuatkan Berita Acara pemusnahan sebagai dasar penetapan keputusan Desa tentang Pemusnahan.
(5)          Penghapusan aset desa karena terjadinya sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c, antara lain :
a.      hilang;
b.     kecurian; dan
c.      terbakar;



Pasal  34
(1)          Penghapusan aset desa selain sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 tidak perlu mendapat persetujuan Bupati/Walikota.
(2)          Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu dibuat Berita Acara dan ditetapkan dengan Keputusan Desa.

Pasal 35
Dikecualikan dari ketentuan pasal 34, penghapusan aset desa yang merupakan Kekayaan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a terlebih dahulu dibuatkan Berita Acara dan ditetapkan dengan Keputusan Desa setelah mendapat ijin tertulis dari Gubernur

Paragraf Kedelapan
Pemindahtanganan
Pasal 36
(1)                     Bentuk pemindahtanganan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h, meliputi :
a.      tukar menukar;
b.     penjualan;
c.      penyertaan modal Pemerintah Desa.
(2)          Pemindahtanganan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Tanah dan/atau bangunan milik desa yang bukan merupakan Kekayaan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a hanya dapat dilakukan dengan tukar menukar dan penyertaan modal.
(3)          Pemindahtanganan aset desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) ditetapkan melalui Peraturan Desa.

Pasal 37
Aset desa dapat dijual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b, apabila :
a.             Aset desa tidak memiliki nilai manfaat dan/atau nilai ekonomis dalam mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b.             Aset desa berupa tanaman dan tumbuhan yang dikelola oleh Pemerintahan Desa;
c.             Penjualan aset sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b dapat dilakukan melalui penjualan langsung dan/atau lelang;
d.            Penjualan langsung sebagaimana dimaksud pada huruf c antara lain berupa tanaman dan tumbuhan, barang mebelair dan barang elektronika seperti tetapi tidak terbatas pada meja, kursi, komputer, mesin tik serta tanaman dan tumbuhan;
e.             Penjualan melalui lelang sebagaimana dimaksud pada huruf c antara lain kendaraan bermotor, peralatan mesin;
f.              Penjualan sebagaimana dimaksud huruf d dan e dilengkapi dengan bukti penjualan dan ditetapkan dengan keputusan Desa tentang Penjualan;
g.             Uang hasil penjualan sebagaimana dimaksud huruf d dan e dimasukkan dalam rekening kas desa sebagai pendapatan asli desa;

Pasal 38
(1)          Penyertaan modal Pemerintah Desa atas aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c, dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa).
(2)          Penyertaan modal sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa Tanah dan/atau bangunan milik desa yang bukan merupakan Kekayaan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a

Paragraf Kesembilan
Penatausahaan
Pasal 39
(1)          Aset desa yang sudah ditetapkan penggunaannya sebagaimana diatur pada Pasal 11 harus diinventarisir dalam buku inventaris aset desa dan diberi kodefikasi.
(2)          Kodefikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan Desa tentang pedoman umum mengenai kodefikasi aset desa.

Paragraf Kesepuluh
Penilaian
Pasal 40
Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan penilaian aset desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 41
Penilaian aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik.

Pasal 42
Format Keputusan Desa tentang Penggunaan Aset desa, Format Berita Acara dan Keputusan Desa tentang Penghapusan Aset desa serta Format Buku Inventaris Aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 33 ayat (4) dan Pasal 39 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Surat Keputusan Kepala Desa

BAB III
PEMBIAYAAN
Pasal  43
Dalam rangka pelaksanaan tertib administrasi pengelolaan aset desa, pembiayaan dibebankan pada APBDesa.

BAB  IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
Pengelolaan aset desa khususnya yang terkait dengan pemanfaatan dan pemindahtanganan yang sudah berjalan dan/atau sedang dalam proses sebelum ditetapkannya Peraturan Desa ini, tetap dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Desa ini.

BAB  V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Bilamana dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Peraturan Desa ini akan diadakan perubahan sebagaimana mestinya.

Pasal 46
Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa Batulohe.

Ditetapkan di        : BATULOHE
Pada tanggal         : ..............................

Kepala Desa Batulohe



IBNU HAJAR




Diumumkan di Batulohe
Pada tanggal ...... ..................
Sekretaris Desa



ANDI ADWAN KURNIAWAN


LEMBARAN DESA BATULOHE TAHUN 2018 NOMOR .......

NO.REG  PERATURAN DESA BATULOHE KECAMATAN BULUKUMPA,

KABUPATEN  BULUKUM

APBDes 2019,Cara Menyusun dan Strukturnya Bagaimana Ada sejumlah latar belakang,kenapa saya menulis artikel tentang topik APBDes ? ...