SK Penetapan Rekening Kas Desa Batulohe Tahun anggaran 2019
Salinan Download di sini
Rabu, 24 April 2019
Senin, 22 April 2019
Peraturan Desa Batulohe Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa
Peraturan Desa Batulohe Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa
Nomor 3 Tahun 2019
dapat dilihat di sini
Nomor 3 Tahun 2019
dapat dilihat di sini
Penunjukan Pemegang/Pemakai/Pengguna Barang Milik Desa di Unit Kerja Kantor Desa Batulohe
Surat Keputusan Kepala Desa Batulohe tentang Penunjukan Pemegang/Pemakai/Pengguna Barang Milik Desa di Unit Kerja Kantor Desa Batulohe
Nomor : Kpts.11/DBL/IV/2019
Petikan SK dapat di download di sini
Nomor : Kpts.11/DBL/IV/2019
Petikan SK dapat di download di sini
Jumat, 12 April 2019
Deskripsi Kebudayaan Masyarakat Desa Batulohe
Perspektik budaya masyarakat di Desa
Batulohe masih sangat kental dengan budaya Adat Kajang, walaupun
budaya-budaya dari suku lain misalnya Bugis dan budaya dari suku lainnya juga
ada. Hal ini dapat dimengerti karena hampir semua desa di Kabupaten Bulukumba masih kuat pengaruh hukum adat Amma Toa.
Dari latar belakang, kita bisa melihat
aspek budaya dan sosial yang berpengaruh dalam kehidupan
masyarakat. Di dalam
hubungannya dengan agama yang
dianut misalnya,
Islam sebagai
agama mayoritas yang dinut masyrakat, dalam menjalankannya sangat kental
tradisi budaya adat Amma Toa.
Tradisi Budaya adat Amma Toa sendiri
berkembang dengan banyak dipengaruhi ritual-ritual atau kepercayaan masyarakat
sebelum agama Islam masuk. Hal
ini menjelaskan mengapa kegiatan peringatan-peringatan keagamaan yang di masyarakat terutama
islam, karena dipeluk masyarakat, dalam menjalankanya muncul kesan nuansa
tradisinya. Atau kegiatan-kegiatan budaya yang bercarpur dengan
nuansa
agama Islam. Contoh yang kita biasa lihat adalah peringatan Maulid, Isra’mi’raj,
kegiatan
Assungka Bala, Appapole, Andingigi,
Assalama, Anruppai Bulan, Appadekko, abbaca doang, addangang, akkalomba, attompolo dan banyak
lagi.
Secara idividual di dalam keluarga
masyarakat Desa Batulohe, tradisi budaya
adat Amma Toa lama
dipadu dengan agama islam, juga tetap dipegang. Tradisi ini dilkukan selain
sebagai kepecayaan yang masih diyakini sekaligus digunakan sebagai bagian cara
untuk bersosialisi dan berinteraksi di masyarakat. Misalnya; tradisi Angnguru, dilaksanakan pada
usia kehamialan memasuki usia 5 bulan, Aqiqah pada bayi yang baru lahir
(Attomppolo).
Tetapi yang perlu diwaspadai adalah
muncul dan berkembangnya pemahaman keyakinan terhadap agama ataupun kepercayaan
tidak berakar dari pemahaman terhadap tradisi dan budaya masyarakat yang sudah
ada. Hal ini mengakibatkan munculnya kerenggangan sosial di masyarakat dan
gesekan antara masyarakat.
SEJARAH DESA BATULOHE
Sejarah Desa
Pada tahun 1940-1970
Batulohe terdiri atas 3 kampung, yaitu
Kampung Cappagattaya, Kampung Pa’lappasang dan Kampung Limbunga. Ketiga kampung ini terpisah oleh sungai dan bukit. Pada
kisaran tahun 1975 ketiga kampung ini berada dalam wilayah satu dusun yang
bernama Dusun Tampalisu yang berada dalam wilayah administrasi desa
Bontominasa. Dusun Tampalisu sendiri merupakan dusun yang sangat luas dan
membentang dari wilayah batas balangiri ke timur berbatasan dengan kecamatan
Kajang. Dusun Tampalisu yang dikepalai oleh seorang kepala dusun yang bernama
Muhammad Yusuf.
Pada tahun 1987
Dusun Tampalisu dimerkarkan menjadi 2 dusun, yaitu Dusun Tampalisu dan Dusun
Bontoa. Dusun Bontoa meliputi ketiga kampung besar yaitu Cappagattaya, Limbunga
dan Pa’lappassangnga dan dikepalai oleh sorang tokoh yang bernama Puang Lahae.
Sekitar 7 tahun kemudian yaitu pada
tahun 1994 Dusun Bontoa dimekarkan menjadi sebuah desa persiapan dan terpisah
dari Desa Bontominasa, dan saat itulah pada saat pembuatan nama desa maka para
tokoh masyarakat sepakat mengambil nama Batulohe sebagai nama desa, sementara
nama Bontoa tetap menjadi nama dusun. Dan yang menjadi Kepala Desa Persiapan
pada saat itu adalah Dra. Marliah, Puteri Pertama dari Puang Lahae dan dipilih
secara mufakat oleh tokoh-tokoh masyarakat pada saat itu antara lain, H.
Mansyur Embas, Abd. Hamid A, Puang Attong, Muh. Yusuf, Puang Lahae dan
tokoh-tokoh masyakat lainnya.
Nama Batulohe
disepakati sebagai nama desa dalam sebuah musyawarah para tokoh di rumah Puang
Lahae dengan pertimbangan bahwa Batulohe adalah nama tempat di desa itu yang
memiliki sejarah dalam kehidupan masyarakat. Batulohe sendiri merupakan nama
tempat yang terletak di Dusun Batukarambu yang saat itu masih bernama tuboga.
Di tempat itu ada sebuah Pohon Beringin yang sudah sangat tua dan tumbuh lebat
dan dibawahnya banyak batu-batu besar dan kecil, dan terdapat 1 buah batu besar
yang mengakar ke dalam tanah. Dan disebabkan karena banyaknya batu itulah
orang-orang menyebutnya Batulohe, yang diartikan secara harfiah adalah batu
yang banyak.
Pada tahun 1996,
pada saat pemerintah desa persiapan Batulohe sudah cukup matang untuk
menjalankan pemerintahan sendiri, maka pemilihan Kepala Desa pertama dilakukan
yang selanjutnya Desa Persiapan Batulohe berubah status dari desa persiapan
menjadi Desa Batulohe. Pada pemilihan tersebut diikuti oleh 2 orang calon
kepala desa yaitu Dra. Marliah Lahae bersama dengan Ir. Lukmanul Hakim, dengan
pemlihan langsung oleh masyarakat Desa Batulohe. Pada pemilihan itu yang
mendapatkan suara terbanyak adalah Dra. Marliah Lahae.
Gambaran sejarah
perkembangan Batulohe setelah terbentuk menjadi Desa dapat dilihat pada tabel
2.1:
Tabel 2.1 Sejarah Desa dan Kepala Desa Batulohe dari Masa ke Masa
TAHUN
|
PERISTIWA
|
1994-1996
|
Dusun Bontoa dimekarkan dari Desa
Bontominasa
menjadi Desa Pers. Batulohe dan yang menjadi Kepala Desa Pers. Adalah Dra. Marliah yang terdiri
dari Tiga (4) Dusun yaitu Dusun Batukarambu, Dusun Bontoa Dusun Bontomihu
dan Dusun Bontorannu
|
1996-2004
|
Desa Batulohe sudah
menjadi Desa Defenitif dan masih dipimpin oleh Dra. Marliah setelah menang dalam Pemilihan langsung
dari rivalnya Ir. Lukmanul Hakim
|
2004-2009
|
Kembali Desa
Batulohe dipimpin oleh Dra. Marliah setelah menang dalam pemilihan Kepala
Desa secara langsung pada tahun 2004 dari rivalnya Ibnu Hajar
|
2019-2015
|
Desa Batulohe
dipimpin oleh Ibnu Hajar setelah menang dalam Pemilihan Secara langsung pada
tahun 2010 dari rivalnya Saparuddin dan Ruslan
|
2016-2018
|
Desa
Batulohe kembali dipimpin oleh Ibnu Hajar setelah kembali menang dalam
pemilihan langsung pada tahun 2016 dari rivalnya Sukardi dan Ruslan. Pada
tahun 2016 Desa Batulohe dimekarkan menjadi 5 (lima) Dusun dari sebelumnya
yang hanya 4 (empat) Dusun.
|
Kamis, 11 April 2019
DRAFT PERDES TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA BATULOHE
PEMERINTAH
KABUPATEN BULUKUMBA
KECAMATAN
BULUKUMPA
DESA BATULOHE
DRAFT
PERATURAN DESA BATULOHE
NOMOR ....... TAHUN ........
TENTANG
PENGELOLAAN ASET DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
KEPALA DESA
BATULOHE
Menimbang : a. bahwa aset milik desa merupakan kekayaan milik desa yang
perlu dikelola semaksimal mungkin
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan akuntabilitas
pengelolaan asset milik desa perlu
dilakukan pengaturan mengenai pengelolaan aset desa;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan Desa
tentang Pengelolaan Aset
desa Batulohe Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5717);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 88, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5694);
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53)
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
dan
KEPALA DESA BATULOHE
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DESA BATULOHE TENTANG
PENGELOLAAN ASET DESA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan Desa ini yang
dimaksud dengan:
1.
Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Pemerintahan
Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Pemerintah
Desa adalah Desa dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa.
4.
Badan
Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis.
5.
Aset
desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli milik Desa,
dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB
Desa) atau perolehan Hak lainnya yang sah.
6.
Pengelolaan
Aset desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan,
pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan
dan pengendalian aset desa.
7.
Perencanaan
adalah tahapan kegiatan secara sistematis untuk merumuskan berbagai rincian
kebutuhan barang milik desa.
8.
Pengadaan
adalah kegiatan untuk melakukan pemenuhan kebutuhan barang dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa.
9.
Penggunaan
adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam menggunakan aset desa
yang sesuai dengan tugas dan fungsi.
10.
Pemanfaatan
adalah pendayagunaan aset desa secara tidak langsung dipergunakan dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan desa dan tidak mengubah status kepemilikan.
11.
Sewa
adalah pemanfaatan aset desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan
menerima imbalan uang tunai.
12.
Pinjam
pakai adalah pemanfaatan aset desa antara Pemerintah Desa dengan Pemerintah
Desa lain serta Lembaga Kemasyarakatan Desa di Desa setempat dalam jangka waktu
tertentu tanpa menerima imbalan.
13.
Kerjasama
pemanfaatan adalah pemanfaatan aset desa oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu dalam rangka meningkatkan pendapatan Desa.
14.
Bangun
Guna Serah adalah Pemanfaatan Barang Milik Desa berupa tanah oleh pihak lain
dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
15.
Bangun
Serah Guna adalah Pemanfaatan Barang Milik Desa berupa tanah oleh pihak lain
dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan
setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pemerintahan Desa untuk
didayagunakan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
16.
Pengamanan
adalah Proses, cara perbuatan mengamankan aset desa dalam bentuk fisik, hukum,
dan administratif.
17.
Pemeliharaan
adalah kegiatan yang dilakukan agar semua aset desa selalu dalam keadaan baik
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa.
18.
Penghapusan
adalah kegiatan menghapus/meniadakan aset desa dari buku data inventaris desa
dengan Keputusan Desa untuk membebaskan Pengelolaan Barang, Pengguna Barang,
dan/atau kuasa pengguna barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas
barang yang berada dalam pengguasaannya.
19.
Pemindahtanganan
adalah pengalihan kepemilikan aset desa.
20.
Tukar
menukar adalah pemindahtanganan kepemilikan aset desa yang dilakukan antara
pemerintah desa dengan pihak lain dengan penggantiannya dalam bentuk barang.
21.
Penjualan
adalah pemindahtanganan aset desa kepada pihak lain dengan menerima penggantian
dalam bentuk uang.
22.
Penyertaan
Modal Pemerintah Desa adalah pemindahtanganan aset desa yang semula merupakan
kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
diperhitungkan sebagai modal Desa dalam BUMDesa.
23. Penatausahaan adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan aset
desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
24. Pelaporan adalah penyajian
keterangan berupa informasi terkait dengan keadaan objektif aset desa.
25. Penilaian adalah suatu proses
kegiatan pengukuran yang didasarkan pada data/fakta yang obyektif dan relevan
dengan menggunakan metode/teknis tertentu untuk memperoleh nilai aset desa.
26. Inventarisasi adalah kegiatan
untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan aset desa.
27. Kodefikasi adalah pemberian kode barang
pada aset desa dalam rangka pengamanan dan kepastian status kepemilikan.
28. Tanah Desa adalah tanah yang asal
usulnya dari Gallarrang, Tanah Adat, dengan hak pangnganreang, pandingingian dan pemanfaataannya untuk Kas Desa, Tanah bengkok dan ataupun
sejenisnya;
29. Tanah Kas Desa adalah bagian dari
Tanah Desa yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
30.
Tanah Bengkok adalah bagian dari Tanah Desa yang dipergunakan
untuk tambahan penghasilan Desa dan Perangkat Desa;
Pasal 2
Jenis aset desa terdiri atas:
a.
Kekayaan
asli desa yang diperoleh bukan dari hasil usaha desa yang meliputi tanah desa;
b.
Kekayaan
milik desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa yang meliputi tanah
kas desa yang diperoleh atas hasil usaha desa, bangunan milik desa, barang
milik desa dan aset desa lainnya;
c.
Kekayaan
desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis yang meliputi
tanah kas desa, bangunan dan/atau barang milik desa serta asset desa lainnya;
d.
Kekayaan
desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan/atau
diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang yang meliputi bangunan
dan/atau asset desa lainnya yang berdiri di atas tanah desa yang diperoleh
sebagai akibat dari berakhirnya perjanjian sewa-menyewa tanah desa;
e.
Kekayaan
desa yang diperoleh sebagai hasil kerja sama desa; dan
f.
Kekayaan
desa yang berasal dari perolehan lain yang sah.
Pasal 3
a.
Kekayaan
milik desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa;
b.
Kekayaan
desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;
c.
Kekayaan
desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan/atau
diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang;
d.
Kekayaan
desa yang diperoleh sebagai hasil kerja sama desa; dan
e.
Kekayaan
desa yang berasal dari perolehan lain yang sah.
BAB
II
PENGELOLAAN
Bagian
Kesatu
Pengelola
Pasal 4
Pengelolaan aset desa dilaksanakan
berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi,
akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Pasal 5
(1) Desa sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaan aset desa berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset desa.
(2) Desa sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai wewenang
dan tanggungjawab:
a. menetapkan kebijakan pengelolaan aset
desa;
b. menetapkan pembantu pengelola dan
petugas/pengurus aset desa;
c. menetapkan penggunaan, pemanfaatan
atau pemindahtanganan aset desa;
d. menetapkan kebijakan pengamanan aset
desa;
e. mengajukan usul pengadaan,
pemindahtanganan dan atau penghapusan aset desa yang bersifat strategis melalui
musyawarah desa;
f. menyetujui usul pemindahtanganan
dan penghapusan aset desa selain aset desa yang bersifat strategis sesuai batas
kewenangan; dan
g. menyetujui usul pemanfaatan aset
desa selain tanah dan/atau bangunan.
(3) Aset desa yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan f, berupa tanah kas desa yang
bukan merupakan kekayaan asli desa, bangunan milik desa dan kendaraan bermotor.
(4) Dalam melaksanakan kekuasaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Desa dapat menguasakan sebagian
kekuasaannya kepada Perangkat Desa.
(5) Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud ayat (4) terdiri dari:
a.
Sekretaris Desa selaku pembantu pengelola aset
desa; dan
b.
Unsur
Perangkat Desa sebagai petugas/pengurus aset
desa.
(6)
Petugas/pengurus
aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, berasal dari Kepala Seksi
dan Kepala Urusan
Pasal 6
(1)
Sekretaris
Desa selaku pembantu pengelola aset desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat
(5) huruf a, berwenang dan bertanggungjawab:
a. meneliti rencana kebutuhan aset
desa;
b. meneliti rencana kebutuhan
pemeliharan aset desa ;
c. mengatur penggunaan dan
pemanfaatan aset desa yang telah di setujui oleh Kepala Desa;
d. melakukan koordinasi dalam
pelaksanaan inventarisasi aset desa;dan
e. melakukan pengawasan dan pengendalian
atas pengelolaan aset desa.
(2)
Petugas/pengurus
aset desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (5) huruf b, bertugas dan
bertanggungjawab:
a. mengajukan rencana kebutuhan aset
desa;
b. mengajukan permohonan penetapan
penggunaan aset desa kepada Desa;
c. melakukan inventarisasi aset desa;
d. mengamankan dan memelihara aset
desa yang dikelolanya; dan
e. menyusun dan menyampaikan
laporan aset desa.
Bagian Kedua
Pengelolaan
Pasal 7
(1)
Aset
desa yang berupa tanah kas desa yang bukan merupakan Kekayaan Asli Desa
disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
(2)
Aset
desa berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan
ditatausahakan secara tertib.
(3)
Aset
desa dapat diasuransikan sesuai kemampuan keuangan desa dan dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Aset
desa dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas
tagihan kepada pemerintah desa.
(5)
Aset
desa dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Pasal 8
Pengelolaan aset desa meliputi:
a.
perencanaan;
b.
pengadaan;
c.
penggunaan;
d.
pemanfaatan;
e.
pengamanan;
f.
pemeliharaan;
g.
penghapusan;
h.
pemindahtanganan;
i.
penatausahaan;
j.
pelaporan;
k.
penilaian;
Paragraf Kesatu
Perencanaan
Pasal 9
(1)
Perencanaan
aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) untuk kebutuhan 6 (enam) tahun.
(2)
Perencanaan
kebutuhan aset desa untuk kebutuhan 1 (satu) tahun dituangkan dalam Rencana
Kerja Pemerintahan Desa (RKPDesa) dan ditetapkan dalam APBDesa setelah
memperhatikan ketersediaan aset desa yang ada.
Paragraf
Kedua
Pengadaan
Pasal
10
(1)
Pengadaan
aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak
diskriminatif dan akuntabel.
(2)
Pengadaan
barang/jasa di desa dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf
Ketiga
Penggunaan
Pasal 11
(1)
Penggunaan
aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, ditetapkan dalam rangka
mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(2)
Status
penggunaan aset desa ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Desa.
Paragraf
Keempat
Pemanfaatan
Pasal 12
(1)
Pemanfaatan
aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d, dapat dilaksanakan
sepanjang tidak dipergunakan langsung untuk menunjang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.
(2)
Bentuk
pemanfaatan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a.
sewa,
b.
pinjam
pakai;
c.
kerjasama
pemanfaatan; dan
d.
bangun
guna serah atau bangun serah guna.
(3)
Pemanfaatan
aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Desa.
Pasal 13
(1)
Pemanfaatan
aset desa berupa sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a,
tidak merubah status kepemilikan aset desa.
(2)
Jangka
waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun dan
dapat diperpanjang.
a.
para
pihak yang terikat dalam perjanjian;
b.
objek
perjanjian sewa;
c.
jenis,
luas atau jumlah barang, besaran sewa dan jangka waktu;
d.
tanggung
jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu sewa;
e.
hak
dan kewajiban para pihak;
f.
keadaan
di luar kemampuan para pihak (force
majeure); dan
g.
persyaratan
lain yang dianggap perlu.
Pasal 14
(1)
Pemanfaatan
asset desa berupa sewa sebagaimana yang diatur dalam pasal 13 ayat (2) tidak
berlaku atas bangunan dan/atau asset desa lainnya yang berdiri di atas tanah
desa yang diperoleh sebagai akibat dari berakhirnya perjanjian sewa-menyewa
tanah desa;
(2)
Jangka
waktu sewa atas atas aset desa berupa bangunan dan/atau asset desa lainnya yang
berdiri di atas tanah desa yang diperoleh sebagai akibat dari berakhirnya
perjanjian sewa-menyewa tanah desa sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang;
(3)
Pemanfaatan
aset desa berupa sewa atas bangunan dan/atau asset desa lainnya yang berdiri di
atas tanah desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah
mendapat ijin tertulis dari Bupati
Pasal 15
(1)
Desa
menetapkan besaran sewa melalui Keputusan Kepala Desa yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari surat
perjanjian sewa-menyewa;
(2)
Besaran
sewa aset desa sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan hasil
perkalian dari Tarif Pokok Sewa dan Faktor Penyesuai Sewa
Pasal 16
(1)
Besaran
tarif pokok sewa atas aset desa yang berupa tanah desa ditentukan dengan
menggunakan formula penghitungan sebagai berikut 5% x LT x NT
Dimana:
LT : Luas Tanah
(2)
Luas
Tanah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan luas tanah
sesuai gambar dalam meter persegi
(3)
Nilai
Tanah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan nilai wajar
dari tanah yang jika tidak dinyatakan lain sama dengan Nilai Jual Obyek Pajak
pada tahun berkenaan yang dinyatakan dalam satuan rupiah per meter persegi
Pasal 17
(1)
Besaran
tarif pokok sewa atas aset desa yang berupa bangunan milik desa ditentukan
dengan menggunakan formula penghitungan sebagai berikut :
(3.3% x LT x NT) + (6.64% x LB x HSB x NSB)
Dimana:
LT : Luas Tanah
NT : Nilai Tanah
LB : Luas Bangunan
HSB : Harga Satuan Bangunan
NSB : Nilai Sisa Bangunan
(2)
Luas
Tanah sebagaimanana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan luas tanah
sesuai gambar
dalam meter persegi
(3)
Nilai
Tanah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan nilai wajar
dari tanah yang jika tidak dinyatakan lain sama dengan Nilai Jual Obyek Pajak
tahun terakhir yang dinyakatan dalam satuan rupiah per meter persegi
(4)
Luas
bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah merupakan luas lantai
bangunan sesuai gambar dalam meter persegi.
(5)
Harga
Satuan Bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan harga satuan
bangunan standar sesuai klasifikasi/tipe dalam keadaan baru yang dihitung
berdasarkan hasil penilaian;
(6)
Nilai
Sisa Bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan Nilai Sisa
Bangunan dalam persentase setelah diperhitungkan penyusutan
Pasal 18
(1)
Dalam
hal penyusutan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17 ayat (6) tidak
dinyatakan lain, besaran penyusutan ditetapkan sebagai berikut :
a. untuk bangunan permanen sebesar 2%
(dua persen) per tahun;
b. untuk bangunan semi permanen
sebesar 4% (empat persen) per tahun; dan
c. untuk bangunan darurat sebesar 10%
(sepuluh persen) per tahun.
(2)
Penyusutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh
persen).
(3)
Dalam
hal sisa bangunan menurut umur tidak sesuai dengan kondisi nyata, maka nilai
sisa bangunan ditetapkan berdasarkan kondisi bangunan dengan perhitungan :
a. untuk kondisi baik, baik siap
pakai maupun perlu pemeliharaan awal, sebesar 85% (delapan puluh lima persen)
sampai dengan 100% (seratus persen);
b. untuk kondisi rusak ringan, yakni
rusak pada sebagian bangunan yang bersifat non struktur sebesar 70% (tujuh
puluh persen) sampai dengan 85% (delapan puluh lima persen); dan
c. untuk kondisi rusak berat :
i.
untuk
rusak berat pada sebagian bangunan, baik yang bersifat struktur maupun non
struktur, sebesar 55% (lima puluh lima persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh
persen); dan
ii.
untuk
rusak berat pada sebagian besar bangunan, baik yang bersifat struktur maupun
non struktur, sebesar 35% (tiga puluh lima persen) sampai dengan 55% (lima
puluh lima persen).
Pasal 19
Faktor penyesuai sewa sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) meliputi :
a. jenis kegiatan usaha penyewa
b. bentuk kelembagaan penyewa
c. periodesitas penyewa
d. pemenuhan tanggung jawab social
penyewa
Pasal 20
Jenis kegiatan usaha penyewa
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf a dikelompokan atas :
a. kegiatan bisnis yang diperuntukkan bagi
kegiatan yang berorientasi semata-mata mencari keuntungan, antara lain,
perdagangan, jasa dan industri;
b. kegiatan non bisnis yang diperuntukkan bagi
kegiatan yang menarik imbalan atas barang atau jasa yang diberikan namun tidak
semata-mata mencari keuntungan, antara lain pelayanan kepentingan umum yang
memungut biaya dalam jumlah tertentu atau terdapat potensi keuntungan,
penyelenggaraan pendidikan serta kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria non
bisnis; dan
c. kegiatan social yang diperuntukkan bagi
kegiatan yang tidak menarik imbalan atas barang/jasa yang diberikan dan/atau
tidak berorientasi mencari keuntungan, antara lain pelayanan kepentingan umum
yang tidak memungut biaya dan/atau tidak terdapat potensi keuntungan, kegiatan
social, kegiatan keagamaan, kegiatan kemanusiaan, kegiatan penunjang
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan kegiatan lainnya yang memenuhi
kriteria sosial
Pasal 21
Bentuk kelembagaan penyewa
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf b dikelompokan sebagai berikut :
a. Kategori I, meliputi :
i. Swasta, kecuali yayasan dan
koperasi;
ii.
Badan
Usaha Milik Negara/Daerah; dan
iii.
Badan
Hukum yang dimiliki oleh Negara
b.
Kategori
II meliputi :
i.
Yayasan;
ii.
Koperasi;
dan
iii. Lembaga Pendidikan baik formal
maupun non formal
c.
Kategori
III meliputi :
i.
Perorangan;
ii.
Kelompok
Masyarakat;
iii.
Lembaga
Sosial, Kemanusiaan, Keagamaan; dan
iv.
Unit
penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
Pasal 22
(1)
Besaran
faktor penyesuai Sewa untuk kelompok jenis kegiatan usaha bisnis ditetapkan
sebesar 100% (seratus persen).
(2)
Besaran
faktor penyesuai Sewa untuk kelompok jenis kegiatan usaha non bisnis ditetapkan
sebagai berikut :
b. Kategori II sebesar 30% (empat
puluh persen); dan
c. Kategori III sebesar 20% (tiga
puluh persen).
(3)
Besaran
faktor penyesuai Sewa untuk kelompok jenis kegiatan usaha sosial ditetapkan
sebagai berikut :
a. Kategori I sebesar 10 % (sepuluh
persen);
b. Kategori II sebesar 5 % (lima
persen); dan
c. Kategori III sebesar 2.5 % (dua
setengah persen).
Pasal 23
Besaran faktor penyesuai Sewa
untuk periodesitas Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c ditetapkan
sebagai berikut :
a. per tahun sebesar 100% (seratus
persen);
b. per bulan sebesar 130% (seratus
tiga puluh persen);
c. per hari sebesar 160% (seratus
enam puluh persen);
d. per jam sebesar 190% (seratus
sembilan puluh persen).
Pasal 24
(1)
Pemenuhan
kewajiban sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d hanya berlaku bagi
penyewa yang mempunyai bentuk kelembagaan kategori I dan kategori II yang
melakukan jenis kegiatan usaha bisnis maupun non bisnis;
(2)
Besaran
penyesuaian sewa untuk pemenuhan kewajiban social penyewa ditetapkan
sebanyak-banyaknya senilai dengan kontribusi sosial yang di berikan oleh
penyewa melalui pemerintah desa;
(3)
Besaran
penyesuaian sewa diberikan berdasarkan surat permohonan penyesuaian dari
penyewa;
Pasal 25
(1)
Pemanfaatan
aset desa berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)
huruf b dilaksanakan antara Pemerintah Desa dengan Pemerintah Desa lainnya
serta Lembaga Kemasyarakatan Desa.
(2)
Pinjam
pakai aset desa sebagaimana ayat (1), dikecualikan untuk tanah, bangunan dan
aset bergerak berupa kendaraan bermotor.
(3)
Jangka
waktu pinjam pakai aset desa paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang.
(4)
Pinjam
pakai aset desa dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang –kurangnya
memuat :
a. para pihak yang terikat dalam
perjanjian;
b. jenis atau jumlah barang yang
dipinjamkan;
c. jangka waktu pinjam pakai;
d. tanggung jawab peminjam atas biaya
operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman;
e. hak dan kewajiban para pihak;
f. keadaan di luar kemampuan para
pihak (force majeure); dan
g. persyaratan lain yang dianggap
perlu.
Pasal 26
(1)
Kerjasama
pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c, berupa
bangunan dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka:
a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna aset desa;dan
b. meningkatkan pendapatan desa.
(2)
Kerja
Sama Pemanfaatan aset desa berupa bangunan dengan pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:
a. tidak tersedia atau tidak cukup
tersedia dana dalam APBDesa untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan,
dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap bangunan tersebut;
b.
Pihak
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menjaminkan atau menggadaikan aset
desa yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan;
(3)
Pihak
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewajiban, antara lain:
a. membayar kontribusi tetap setiap
tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian
keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan melalui rekening Kas Desa;
b. membayar semua biaya persiapan dan
pelaksanaan kerja sama pemanfaatan; dan
c. Jangka waktu kerjasama pemanfaatan
paling lama 15 (lima belas) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat
diperpanjang.
(4)
Pelaksanaan
kerjasama pemanfaatan atas tanah dan/atau bangunan ditetapkan dalam surat
perjanjian yang memuat:
a. para pihak yang terikat dalam
perjanjian;
b. objek kerjasama pemanfaatan;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. penyelesaian perselisihan;
f. keadaan di luar kemampuan para
pihak (force majeure); dan
g. peninjauan pelaksanaan perjanjian.
Pasal 27
(1)
Bangun
guna serah atau bangun serah guna sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2)
huruf d berupa tanah dengan pihak lain dilaksanakan dengan pertimbangan :
a. Pemerintah Desa memerlukan
bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan desa;
b. tidak tersedia dana dalam APBDesa
untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.
(2)
Pihak
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama jangka waktu pengoperasian
memiliki kewajiban, antara lain :
a. membayar kontribusi ke rekening
kas Desa setiap tahun; dan
b. memelihara objek bangun guna serah
atau bangun serah guna.
(3)
Kontribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, besarannya ditetapkan berdasarkan
hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten.
(4)
Pihak
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menjaminkan, menggadaikan,
atau memindahtangankan tanah yang menjadi objek bangun guna serah atau bangun
serah guna.
(5)
Pihak
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menanggung biaya yang berkenaan
dengan persiapan dan pelaksanaan penyusunan surat perjanjian, dan konsultan
pelaksana.
Pasal
28
(1)
Jangka
waktu bangun guna serah atau bangun serah guna paling lama 20 tahun (dua puluh
tahun) dan dapat diperpanjang.
(2)
Perpanjangan
waktu bangun guna serah atau bangun serah guna sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) setelah terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh Tim yang dibentuk Desa dan
difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3)
Dalam
hal jangka waktu bangun guna serah atau
bangun serah guna
diperpanjang, pemanfaatan
dilakukan melalui Kerjasama
Pemanfaatan sebagaimana
diatur dalam Pasal 26.
(4)
Bangun
guna serah atau bangun serah guna dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian
yang sekurang-kurangnya memuat :
a. Para pihak yang terikat dalam
perjanjian;
b. objek bangun guna serah;
c. jangka waktu bangun para pihak
yang terikat dalam perjanjian;
d. penyelesaiaan perselisihan;
e. keadaan diluar kemampuan para
pihak (force majeure); dan
f. persyaratan lain yang dianggap
perlu;
g. Bangunan dan fasilitasnya yang
menjadi bagian hasil dari pelaksanaan bangun guna serah atau bangun serah guna
harus dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas nama Pemerintah
Desa.
Pasal 29
(5) Pemanfaatan melalui kerjasama
pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilaksanakan setelah mendapat
ijin tertulis dari Bupati
(6) Pemanfaatan melalui bangun guna
serah atau bangun serah guna atas aset desa yang merupakan Kekayaan Asli Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilaksanakan setelah mendapat ijin tertulis
dari Gubernur.
Pasal
30
Hasil pemanfaatan sebagaimana Pasal 13, Pasal 25, pasal 26 dan Pasal 27 merupakan pendapatan
desa dan wajib masuk ke rekening Kas Desa.
Paragraf Kelima
Pengamanan
Pasal 31
(1)
Pengamanan
aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e, wajib dilakukan oleh Desa
dan Perangkat Desa.
(2)
Pengamanan
aset desa sebagaimana ayat (1), meliputi :
a. administrasi antara lain pembukuan,
inventarisasi, pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan;
b. fisik untuk mencegah terjadinya
penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang;
c. pengamanan fisik untuk tanah dan
bangunan dilakukan dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas;
d. selain tanah dan bangunan
sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan dengan cara penyimpanan dan
pemeliharaan; dan
e. pengamanan hukum antara lain
dengan melengkapi bukti status kepemilikan.
(3)
Biaya
Pengamanan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada
APBDesa.
Paragraf Keenam
Pemeliharaan
Pasal 32
(1)
Pemeliharaan
aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f, wajib dilakukan oleh Desa
dan Perangkat Desa.
(2)
Biaya
pemeliharaan aset desa dibebankan pada APBDesa.
Penghapusan
Pasal 33
(1)
Penghapusan
aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g merupakan kegiatan
menghapus/meniadakan aset desa dari buku data inventaris desa.
(2)
Penghapusan
aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal aset desa
karena terjadinya, antara lain :
a. beralih kepemilikan;
b. pemusnahan; atau
c. sebab lain.
(3)
Penghapusan
aset desa yang beralih kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
antara lain :
a. pemindahtanganan atas aset desa
kepada pihak lain;
b. putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.
c. Desa yang kehilangan hak sebagai
akibat dari putusan pengadilan sebagaimana pada huruf b, wajib menghapus dari
daftar inventaris aset milik desa.
(4)
Pemusnahan
aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dengan ketentuan :
a. berupa aset yang sudah tidak dapat
dimanfaatkan dan/atau tidak memiliki nilai ekonomis, antara lain meja, kursi,
komputer;
b.
dibuatkan
Berita Acara pemusnahan sebagai dasar penetapan keputusan Desa tentang
Pemusnahan.
(5)
Penghapusan
aset desa karena terjadinya sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf
c, antara lain :
a. hilang;
b. kecurian; dan
c. terbakar;
Pasal 34
(1)
Penghapusan
aset desa selain sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 tidak perlu mendapat
persetujuan Bupati/Walikota.
(2)
Penghapusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu dibuat Berita Acara dan
ditetapkan dengan Keputusan Desa.
Pasal 35
Dikecualikan
dari ketentuan pasal 34, penghapusan aset desa yang merupakan Kekayaan Asli
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a terlebih dahulu
dibuatkan Berita Acara dan ditetapkan dengan Keputusan Desa setelah mendapat
ijin tertulis dari Gubernur
Paragraf Kedelapan
Pemindahtanganan
Pasal 36
(1)
Bentuk
pemindahtanganan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h, meliputi :
a. tukar menukar;
b. penjualan;
c. penyertaan modal Pemerintah Desa.
(2)
Pemindahtanganan
aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Tanah dan/atau bangunan
milik desa yang bukan merupakan Kekayaan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf a hanya
dapat dilakukan dengan tukar menukar dan penyertaan modal.
(3)
Pemindahtanganan
aset desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) ditetapkan melalui Peraturan
Desa.
Pasal 37
Aset desa dapat dijual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b, apabila :
a.
Aset
desa tidak memiliki nilai manfaat dan/atau nilai ekonomis dalam mendukung
penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b.
Aset
desa berupa tanaman dan tumbuhan yang dikelola oleh Pemerintahan Desa;
c.
Penjualan
aset sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b dapat dilakukan melalui penjualan
langsung dan/atau lelang;
d.
Penjualan
langsung sebagaimana dimaksud pada huruf c antara lain berupa tanaman dan
tumbuhan, barang mebelair dan barang elektronika seperti tetapi tidak terbatas
pada meja, kursi, komputer, mesin tik serta tanaman dan tumbuhan;
e.
Penjualan
melalui lelang sebagaimana dimaksud pada huruf c antara lain kendaraan
bermotor, peralatan mesin;
f.
Penjualan
sebagaimana dimaksud huruf d dan e dilengkapi dengan bukti penjualan dan
ditetapkan dengan keputusan Desa tentang Penjualan;
g.
Uang
hasil penjualan sebagaimana dimaksud huruf d dan e dimasukkan dalam rekening
kas desa sebagai pendapatan asli desa;
Pasal
38
(1)
Penyertaan
modal Pemerintah Desa atas aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat
(1) huruf c, dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan dan peningkatan
kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa).
(2)
Penyertaan
modal sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa Tanah dan/atau bangunan milik desa
yang bukan merupakan Kekayaan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) huruf a
Paragraf Kesembilan
Penatausahaan
Pasal 39
(1)
Aset
desa yang sudah ditetapkan penggunaannya sebagaimana diatur pada Pasal 11 harus
diinventarisir dalam buku inventaris aset desa dan diberi kodefikasi.
(2)
Kodefikasi
sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan Desa tentang pedoman umum
mengenai kodefikasi aset desa.
Paragraf Kesepuluh
Penilaian
Pasal 40
Pemerintah Desa melakukan
inventarisasi dan penilaian aset desa sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 41
Penilaian aset desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan berupa
tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik.
Pasal 42
Format Keputusan Desa tentang
Penggunaan Aset desa, Format Berita Acara dan Keputusan Desa tentang
Penghapusan Aset desa serta Format Buku Inventaris Aset desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 33 ayat (4) dan Pasal 39 ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Surat Keputusan Kepala Desa
BAB III
PEMBIAYAAN
Pasal 43
Dalam rangka pelaksanaan tertib
administrasi pengelolaan aset desa, pembiayaan dibebankan pada APBDesa.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
Pengelolaan aset desa khususnya
yang terkait dengan pemanfaatan dan pemindahtanganan yang sudah berjalan
dan/atau sedang dalam proses sebelum ditetapkannya Peraturan Desa ini, tetap
dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Desa ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Bilamana dikemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan dalam Peraturan Desa ini akan diadakan perubahan
sebagaimana mestinya.
Peraturan Desa ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Desa Batulohe.
Ditetapkan di : BATULOHE
Pada tanggal : ..............................
Kepala Desa
Batulohe
IBNU HAJAR
Diumumkan di Batulohe
Pada tanggal ...... ..................
Sekretaris
Desa
ANDI ADWAN KURNIAWAN
LEMBARAN DESA BATULOHE TAHUN 2018 NOMOR
.......
NO.REG PERATURAN DESA BATULOHE KECAMATAN BULUKUMPA,
KABUPATEN BULUKUM
Langganan:
Postingan (Atom)
APBDes 2019,Cara Menyusun dan Strukturnya Bagaimana Ada sejumlah latar belakang,kenapa saya menulis artikel tentang topik APBDes ? ...
-
Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk merupakan dokumen dasar identitas Kependudukan yang sekarang menjadi acuan semua semu...
-
Analisis Implementasi Peran Dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai Lembaga Pengawasan Pemerintah Desa di Desa Tanah Towa Kec. K...